Hingga saat ini sangat terkenal fenomena bagaimana wanita mengalami perubahan emosional yang sangat berfluktuasi. Premenstrual syndrome (PMS) adalah sindrom atau rangkaian gejala yang terjadi pada beberapa saat sebelum menstruasi. Wanita memiliki siklus menstruasi yang berkisar sekitar 28 hari dan umumnya menstruasi terjadi pada hari ke 1-5. Secara singkat, menstruasi dibagi menjadi 3 fase yakni fase folikel (hari ke 1-13), fase ovulasi (hari ke 13-14) dan fase luteal (hari ke 15-28).

Nah pada fase luteal, hormon progesteron mulai diproduksi dan memuncak pada hari ke 21-22. Nah tapi, sebenarnya apa sih fungsi progesteron disini?

Progesteron memiliki ratusan fungsi, namun dalam konteks PMS, salah satu fungsi progesteron adalah anti-depressan. Diantara berbagai metabolit, sebagian progesteron didalam tubuh diubah menjadi allopregnanolone. Artinya semakin tinggi produksi progesteron, itu juga akan meningkatkan allopregnanolone. Neurosteroid inilah yang bertindak sebagai anti-depressan.

Allopregnanolone ini menarik. Didalam sistem saraf pusat, dia bertindak sebagai modulator alosterik positif GABA alias dia bertindak meningkatkan kualitas atau efek gamma-aminobutyric acid (GABA) ketika berikatan dengan reseptornya. Contoh, jika GABA berikatan sendiri tanpa modulator alosterik positif, efek nettnya hanya 50 saja. Namun ketika modulator alosterik positif ini hadir, efek GABA akan meningkat menjadi 100. Seperti yang kita tahu bahwa GABA adalah neurotransmitter inhibitori utama, yakni neurotransmitter yang menyebabkan neuron kita menjadi istirahat. Sehingga ketika efek dari GABA ini meningkat akibat dari adanya modulator alosterik positif, maka efek "mengistirahatkan neuron" menjadi lebih kuat. Dan agar tetap seimbang, neuron kita mencoba untuk beradaptasi dengan menurunkan regulasi ekspresi reseptor GABA supaya efek GABA ini tidak berlebihan.

Disinilah masalahnya, pada hari ke-23 atau 24, produksi progesteron mulai menurun hingga puncak penurunannya pada hari ke-28. Dan karena produksi progesteron menurun, allopregnanolone sebagai metabolitnya juga ikut menurun, yang mana saat itu regulasi reseptor GABA rendah akibat adanya adaptasi. Ketidakadanya allopregnanolone membuat efek GABA menjadi lemah, dan neuron kita menjadi "lebih aktif". Hiperaktivasi neuron inilah yang bermanifestasi sebagai perasaan stres, cemas, gelisah, sensitif bahkan dalam kasus yang parah hingga depresi.

Apakah neuron tidak beradaptasi saat allopregnanolone menurun (misal dengan meningkatkan ekspresi reseptor)?

Yap, neuron beradaptasi kok. Namun adaptasi membutuhkan waktu dan oleh karena itu terjadilah apa yang sudah dijelaskan diatas.

Analoginya gini : bayangkan suatu hari kita terbiasa makan makanan yang banyak untuk memenuhi kebutuhan nutrisi kita. Namun, suatu hari kita menemukan sebuah suplemen yang mampu memenuhi kebutuhan nutrisi kita tanpa perlu makan banyak. Maka dari itu, kita beradaptasi dengan menurunkan asupan makanan harian kita. Tapi pada beberapa minggu berikutnya suplemen itu habis, sedangkan saat itu kita sudah terbiasa "makan sedikit". Apa yang terjadi? yap, kita mengalami defisit nutrisi. Dan bagaimanapun kita harus meningkatkan asupan makanan kita, tapi yang namanya perubahan itu butuh waktu, gak bisa tiba-tiba langsung berubah karena kita sudah "terbiasa makan sedikit" sebelumnya.

Menarik kan? kapan-kapan akus share deh, apa-apa aja sih yang harus dilakukan untuk menurunkan gejala-gejala ini.

Kenapa wanita mudah stres, cemas, bahkan depresi saat PMS?

Referensi

  1. Rybaczyk LA, Bashaw MJ, Pathak DR, Moody SM, Gilders RM, Holzschu DL. An overlooked connection: serotonergic mediation of estrogen-related physiology and pathology. BMC Womens Health. 2005 Dec 20;5:12. doi: 10.1186/1472-6874-5-12. PMID: 16368009; PMCID: PMC1327664. Available from: An overlooked connection: serotonergic mediation of estrogen-related physiology and pathology - PMC (nih.gov).

  2. Braverman, P. K. (2007). Premenstrual Syndrome and Premenstrual Dysphoric Disorder. Journal of Pediatric and Adolescent Gynecology, 20(1), 3–12. doi:10.1016/j.jpag.2006.10.007.

  3. ZAKA, Marriam; MAHMOOD, Khawaja Tahir. Pre-menstrual syndrome-a review. Journal of Pharmaceutical Sciences and Research, 2012, 4.1: 1684.

  4. Bendich, A. (2000). The Potential for Dietary Supplements to Reduce Premenstrual Syndrome (PMS) Symptoms. Journal of the American College of Nutrition, 19(1), 3–12. doi:10.1080/07315724.2000.10718907